Dream

89 4 2
                                    

Bagaimana perasaanmu saat tau kalau calon pengantin priamu menghilang entah ke mana di saat semua persiapan pernikahan hampir rampung?

Marah dan kecewa tentunya. Tapi apa yang bisa kamu perbuat jika ingin memaki saja rasanya tak sunggup mengeluarkan sepatah katapun?

Kata seandainya pun selalu terngiang di telinga, tapi nasi sudah menjadi bubur. Pasrah. Yah, mungkin itu yang akan dilakukan gadis itu saat ini.

"Berhentilah melamun, Dis."

"Aku tidak tau lagi harus bagaimana, Yu. Aku malu dengan semua orang terutama orang tuaku, kalau tau pengantin prianya entah pergi ke mana. Aku bingung kalau Ayah tanyai nanti. Lalu apa kata orang-orang ? Pasti Ayah dan Bunda kecewa denganku."

Lagi dan lagi gadis dengan rambut panjang sepunggung ini mengeluarkan ketakutan yang sama selama seminggu ini. Selalu kata yang sama pula setelah Bimo-calon suaminya-menghilang setelah mengatakan tidak bisa menikah dengannya.

"Menikah denganku, Dis."

Gladis mengusap pipinya yang basah dengan sapu tangan yang disodorkan Bayu-temannya-lalu menatap pria itu dengan tatapan yang sama. Sendu. Bibirnya tersenyum miris kemudian menggeleng.

"Kau tau jelas jawabanku, Yu." Diremasnya saputangan itu sebagai bentuk melampiaskan rasa gugupnya saat Bayu menatapnya tajam. Ini bukan kali pertama Bayu mengatakannya. Pria yang lebih tua tiga tahun darinya itu sudah mengatakannya sejak Gladis datang ke rumahnya seminggu lalu, setelah Bimo memutuskannya. Pria ini lah yang selalu menjadi sandarannya saat ia membutuhkan pelukan atau sandaran di saat dirinya sedang jatuh seperti sekarang.
Bayu terlalu baik untuknya. Dan ia tidak bisa menyakiti pria sebaik ini.

"Dengar, Gladisa Eka Prasetya." Bayu merendahkan tubuhnya menjadi berjongkok di hadapan Gladis yang duduk di kursi panjang taman.
Beruntung suasana taman yang tidak begitu ramai sehingga orang-orang tidak akan tau saat Bayu mengecup sudut bibir Gladis yang membuat gadis itu terkejut. Ini adalah skinship yang paling berani selama mereka berteman.

Mata bulatnya membeliak lebar, "Sudah sejak lama aku menyukaimu, jauh sebelum kau mengenal Bimo. Aku pikir itu hanya perasaan tertarik biasa saat beberapa kali bertemu tanpa sengaja denganmu di kantormu dulu, tapi setelah lama kita saling kenal aku menyadarinya kalau aku bukan hanya sekedar kagum atau menyukaimu yang easy going. Aku mencintaimu, Dis. Saat aku ingin mengatakannya padamu, semuanya terlambat, kau dan Bimo justru sudah jadian."

Tidak ada kata yang keluar dari bibir Gladis selama mendengar penuturan Bayu, orang yang sudah dianggap kakaknya karena ia anak tunggal. Yang dilakukannya hanya menatap pria yang kini sedang menggenggam tangannya erat serta menatapnya sendu.

"Mungkin kau berpikir jika aku memanfaatkan keadaanmu, itu hakmu. Tapi aku tidak akan mengelak karena memang begitu kenyataannya."

"Bayu..."

"Aku tidak akan menyia-nyiakan gadis sepertimu seperti yang dilakukan si brengsek itu. Aku akan membahagiakanmu, Dis. Mewujudkan semua impianmu selama aku bisa." Bayu menatapnya dalam, Gladis bisa melihat betapa seriusnya pria itu dengan ucapannya.

"Tapi aku-"

"Aku tau kau belum mencintaiku. Tapi kau bisa memberiku waktu selama aku menjadi imammu. Kita bisa saling memahami satu sama lain, saling belajar. Kau mau?"

Gladis diam. Tidak tau apa yang harus dikatakannya. Bayu begitu baik dan tulus mencintainya. Haruskah ia memberinya kesempatan? Tapi bagaimana jika tidak berhasil?
Dan lagi rasa kecewa itu masih memenuhi hatinya, rasanya akan sulit untuk membuka hatinya lagi untuk di isi dengan nama pria lain.

DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang