Entrepreneur Cilik

111 3 2
                                    

Keluargaku tinggal di desa, 16 kilometer dari ibu kota kabupaten, Bondowoso. Kata teman-temanku, Bondowoso coret. Letaknya di arah tenggara. Saking jauhnya, bahkan lebih dekat dengan perbatasan kabupaten Jember. Sekitar 3 kilometer saja. Ketika aku lahir, listrik belum masuk desa kami.

Ayahku seorang guru SD dan jabatan terakhirnya adalah sebagai Kepala Sekolah. Ketika itu, seperti dalam lirik lagu Oemar Bakrie-nya Iwan Fals, gaji guru kurang memadai. Jauh berbeda dengan gaji guru sekarang setelah mendapatkan tunjangan profesi. Guru sekarang, bukan lagi Oemar Bakrie tapi Aburizal Bakrie.

Ibuku ibu rumah tangga yang membantu mendapatkan tambahan penghasilan dengan mengelola mini market (baca: toko pracangan). Pada saat itu, mini market Ibu satu-satunya di desa kami. Penduduk setempat yang memerlukan sesuatu, bisa mendapatkan di mini market Ibu. Kami menyediakan keperluan sehari-hari, seperti beras (baik beras putih maupun beras merah alias jagung), minyak goreng dan minyak tanah, hinggga obat-obatan ringan.

Salah satu produk andalan Ibuku adalah kopi bubuk. Mungkin karena diramu dengan perasaan. Ceile. Biji kopi kering disangrai, ditumbuk lalu disaring dengan ayakan. Sangat diminati karena murni kopi, tanpa tambahan apapun. Penikmatnya mengantre sejak pagi, ba'da shalat Subuh. Bahkan sebelum lapak dibuka. Karena sebagian tetangga belum bisa melakukan aktivitas sebelum ngopi. Di malam hari, kopi buatan Ibu dijadikan teman nonton teve. Teve satu-satunya yang on air ya TVRI. Sambil nonton TV, mereka mengunyah bubuk kopi dan sedikit gula, tanpa diseduh air terlebih dulu.

Sebulan sekali, aku diajak Ayah berbelanja keperluan toko ke kota (Bondowoso atau Jember). Pergi-pulang naik taksi. Bukan sombong, tapi memang begitu adanya. Sekedar info, setiap kendaraan penumpang atau angkutan pedesaan, oleh penduduk setempat disebut 'taksi'.

Pengalaman ini yang membuka wawasanku mengenai kewirausahaan atau kewiraniagaan.

Pada bulan Ramadhan, aku meminta Ayah untuk berbelanja kembang api dan air mancur. Keduanya relatif aman dibandingkan dengan mercon atau petasan. Pembelinya adalah teman-temanku. Keuntungannya aku tabung. Aku tidak menjual mercon karena sangat berbahaya. Di samping itu, kami sudah punya mercon kreasi kami. Pertama, mercon bumbung, yang terbuat dari potongan bambu, dilubangi dan diisi minyak tanah, kemudian disulut menggunakan api. Kedua, mercon busi yang terbuat dari busi bekas, dilepas keramiknya, lalu diisi serbuk kepala korek api.

# epilog

Sekian dulu ya.

Bagi yang masih penasaran, tunggu lanjutannya ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Learn to be a TechnopreneurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang