Prologue

24.2K 1.3K 284
                                    

   A c c i d e n t a l l y
L i f e  o f  T h e  D a r k  H u n t e rs


                          R e l e a s e 

T h e  D e m o n  I n s i d e  O f  Y o u

                            
Seorang lelaki berdiri dengan gelisah di bawah jembatan Kota X. Ia mengecek arlojinya, sambil menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan dengan jengkel.

Tangannya yang menopang sebuah koper dari bahan kulit berwarna hitam, sudah mulai pegal dan kaku di cuaca menggigit Kota X. Senternya yang sedari tadi ia biarkan menyala, mulai berkedip-kedip sekarang. Cahaya senter tersebut semakin meredup seiring dengan kedipan yang dikeluarkannya.

Lelaki itu menepuk-nepuk badan senter dengan panik sambil kembali menyisir keadaan sekitar. Khawatir gerak gerik frustasinya barusan, mengundang perhatian yang tidak diinginkan.

Beberapa meter dari tempat lelaki tersebut berpijak, terdapat air sungai yang membentang dari ujung barat Kota X. Memisahkan Kota X dari hutan lindung yang merupakan batas Kota X dengan dunia luar. Dari kejauhan terlihat cahaya samar-samar yang dipancarkan oleh bangunan reyot para penduduk di pinggir sungai. Penduduk yang tinggal di pinggir sungai dikenal sebagai golongan orang-orang yang terbuang dari Kota X. Gelandangan, pengangguran, lansia, mantan narapidana dan para outcast lainnya.

Golongan orang-orang terbuang ini diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah. Oleh dunia.

Mereka pun tidak punya banyak pilihan, selain menempati tanah lembap dan becek di pinggir sungai kawasan hutan lindung. Menganggap tempat itu sebagai rumah mereka.

Takdir kadang memang tak pandang bulu. Seakan penderitaan mereka belum cukup, terkadang para penegak hukum pun datang untuk menggusur rumah-rumah itu dengan alasan adanya peraturan untuk tidak menempati kawasan hutan lindung. Teriakan-teriakan dan protes penduduk di pinggir sungai terkadang terdengar sampai ke pusat kota. Diikuti suara letusan senjata dan rintihan pedih.

Namun, seperti yang telah dikatakan, tidak banyak yang bisa diperbuat. Memang terkadang untuk bertahan hidup di dunia seperti ini, kita perlu bertahan hidup hanya untuk diri sendiri. Hanya diri sendiri.

Pikiran seperti ini pula yang pada akhirnya menggiring si lelaki ke tempat ini.  Lelaki itu meringis dan mencubit hidungnya. Bau yang dikeluarkan oleh aliran sungai yang tenang sudah tak sanggup ia tahan lagi. Sisa sup kacang polongnya bergolak. Memberontak  dinding perutnya seakan-akan berteriak-teriak ingin keluar.

Meskipun keadaan disekitarnya gelap, ia yakin tidak ada siapapun yang menyerupai sosok orang yang hendak dijumpainya itu. Ia menggertakkan gigi saat mengingat kembali janjinya dengan orang yang menyebut dirinya sebagai sang utusan.

"Tunggulah aku di bawah jembatan dan siapkan uang itu di dalam tas besar yang tidak mencolok,"

"Pada pukul berapa saya harus datang tuan?" tanya si lelaki.

Utusan itu tersenyum tipis saat berkata,

"Saat kegelapan mulai menghantam rusukmu."

Si lelaki memutuskan untuk memeriksa keadaan sekali lagi sebelum kembali ke rumahnya yang sempit, namun hangat di pertengahan kota. Sebesar apapun keinginannya untuk melihat hal yang dijanjikan sang utusan, ia tidak sudi untuk bermalam di tempat ini.

Setelah yakin orang yang ditunggunya tidak akan datang, ia membalikkan badannya sambil mengembuskan napas kecewa bercampur lega.

"Memang seharusnya aku tidak asal percaya pada orang tidak jelas seperti itu. Sudah seram pula wajahnya hih ...."

Baru saja ia hendak menggerakkan tungkainya, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa seperti terkena sengatan listrik. Jantungnya serasa akan melompat dari dadanya saat ia merasakan kehadiran di belakang punggungnya.

Si lelaki terjengkang karena kaget dan berakhir dengan terjerembab di air sungai yang kotor dengan bokongnya terlebih dahulu. Ia mengaduh sambil dengan ketakutan mengarahkan pandangannya ke sosok yang saat ini menjulang di hadapannya. Senter miliknya terjatuh di dekat kaki sosok itu. Si sosok yang ternyata adalah utusan itu sendiri, lalu membungkuk untuk mengambil senter  hanya untuk meremasnya dengan tangan kirinya sampai senter itu bengkok seperti besi panas dan menghilang menjadi serpihan debu.

Ujung bibirnya melengkung membentuk senyuman aneh yang tidak wajar sebelum ia berkata,

"Merindukanku?"

                                 ****

Frau's note:

Bagi kalian yang masukin cerita ini ke library mohon untuk SELALU di refresh setiap mau membaca ini lagi. Karena aku mungkin sudah menambahkan perbaikan atau perubahan (bukan perombakan besar-besaran kok jadi tenang ae wkwk)

Bagi panitia wattys 2016 yang sudah mampir, terimakasih banyak!!😭Mohon maaf karena masih  banyak kesalahan dalam tata bahasa hehe.

Accidentally (The Life of The Dark Hunters) (UNEDITED) #Wattys2016Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang