Kontrak

109 8 0
                                    

-Ai-

Benar-benar gila.

Satu tim dengan dia. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Orang itu seperti serangga pengganggu, malapetaka, biang kerok, sumber semua kesialan, menghalangi semuanya!

"Argh!"

"Ailani! Makan yang bener atuh! Ingat umur kamu!"

Bagaimana mau benar. Pikiranku sudah terombang ambing kesana kemari karena insekta pengganggu itu. Walaupun aku mengerti, tidak ada gunanya memikirkan orang itu. Membuang-buang tenagaku saja. Aku hanya diam tak perlu menjawab teguran dari mama di sebrang meja makan.

Terlihat Mira, adikku, dengan mulutnya yang cengingisan itu. Menertawakanku puas. Dasar anak bawang! Aku lirik dia dengan sinis, diamlah dia.

Tapi tetap saja, aku terus menggerutu sambil menekuk wajahku. Melahap makanan ini dengan kasar. Seakan-akan sambal dan ikan asin yang menggugah selera ini terasa tidak enak.

"Sekitar dua minggu lagi, keluarga kita mau ada acara makan-makan dengan keluarganya Tante Indri." Ucap Mama sambil melahap Cabe Gendot nya.

"Itu bagus." Jawabku singkat sambil melihat raut wajah Mama yang agak berbeda dari biasanya. Terlihat, gembira. Karena aku tahu, Mama pasti senang bertemu dengan teman lama nya lagi.

Tidak lama kemudian Ia menghentikan aktivitas makannya dan melihat ke arah ku. Mengangkat sendoknya sambil menunjuk-nunjukannya kepadaku. "Ai, kamu harus ikut."

"Aku? Kenapa harus aku? Ada Mira dan Syafiq kan?" Tanya ku tidak terima dengan permintaan Mama yang penuh dengan penekanan. Tidak biasanya Mama seperti ini, sambil melirik Mira di samping Mama berharap Ia akan membantuku mengelak permintaan ini.

Namun hasilnya nihil, Mira hanya menggendikkan bahunya, seakan-akan tak bisa berbuat apa-apa. Ia malah menyantap nasi hangatnya lagi, tanpa mempedulikanku. Seperti.. Urus urusanmu sendiri!
Dengan logat bicaranya yang sangat aku ingat.

"Mira dan Syafiq pasti ikut, hanya kamu saja yang tidak pernah ikut acara seperti ini."

Jelas Mama menghentikan seluruh aktivitasku, kecuali bernafas. Ya begitulah, aku memang sangat jarang mengikuti acara-acara seperti ini. Menurutku, untuk apa. Pekerjaanku lebih penting, karena pekerjaan memiliki waktu yang terbatas, dan aku hidup karena ini.

Tetapi untuk sekedar acara rekreasi seperti ini, aku akan memikirkannya dua kali jika itu tidak begitu penting.

"Mama, aku ada proyek baru untuk penginapan kita. Aku tidak bisa membatalkan jadwal seenakku. Lagi pula, waktu itu aku sudah bertemu dengan Tante Indri."

Terlihat mama menghela nafasnya dan mengendurkan posisi duduknya. Berharap mama akan mengabulkan permintaanku kali ini. Karena menurutku, proyek ini harus segera diselesaikan dan aku akan terbebas dari Serrangga itu.

"Tidak bisa, kamu harus ikut. Ini penting demi masa depan kamu. Jadwal bisa diatur. Proyek itu milik Papa 'kan."

Penuh dengan kekuasaan Mama, Ia memintaku untuk mengikuti permintaannya kali ini. Sebagai anak, mau tidak mau aku harus dewasa menyikapi hal ini. Menganggukkan kepalaku setuju, dengan enggan aku menerima tawaran Mama.

Sambil mengerutkan alis aku membuka mulut bertanya setelah menyetujui tawaran ini. Kalimat yang diucapkan Mama benar-benar penuh tanda tanya bagiku.

180 DegreesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang