Tujuh

325 20 0
                                    

Bima masih terdiam setelah Aby mengakhiri percakapan mereka dikarenakan Keano merengek. Kini pikirannya berkelana entah ke mana, terlalu banyak yang ingin ia tanyakan dan ingin ia ketahui jawaban dari semua pertanyaan itu. Namun yang paling mengganggunya ialah, kenapa keluarganya tidak ada yang memberitahukan perihal pertemuan tak sengaja mereka dengan putri satu-satunya keluarga Indrajati yang selama ini ia cari keberadaannya.

Kenapa? Pertanyaan itu berkali-kali muncul dalam benaknya.

Lamunan Bima terputus ketika istrinya datang membawakan segelas susu putih hangat -kebiasaannya sebelum tidur- dan meletakannya di meja.

"Lagi mikirin apa, by ?" Indri duduk di lengan sofa single yang diduduki suaminya. Jemarinya mengelus pelan pipi Bima kemudian mengecup pelipisnya.
Bima tersenyum tipis mendapat perlakuan lembut dari wanita yang kini tengah mengandung buah hati mereka, anak pertama yang akan lahir dalam beberapa bulan kedepan.

"Tidak ada."

"Dari tadi aku perhatikan kau melamun sehabis telpon, bener tidak ada apa-apa?"

Bima menatap istrinya lalu tersenyum kecil, Indri memang wanita yang paling mengerti dirinya. Bahkan ibunya saja tidak sebegitu hapal dengan semua karakter anak-anaknya.

"Bagaimana kabar jagoan Papa, hari ini tidak berulah kan?" Bima mencoba mengalihkan pembicaraan, tangan kirinya ia letakan di pinggang sang istri -memeluk dari belakang- sedangkan tangan kanannya mengusap perut buncit Indri, seketika senyumnya melebar kala merasakan repon berupa tendangan kecil dari sang buah hati.

"Tidak Papa, aku manut loh," sahut Indri menirukan suara anak kecil lalu keduanya tergelak.

"Syukurlah kalau dia tidak nakal hari ini."

"Tapi beneran kau tidak ada masalah? Di kantor mungkin?"

Bima menatap Indri selama beberapa saat sebelum menarik nafas dalam-dalam dan menceritakan hal yang sangat mengganggunya beberapa hari ini.

"Aby bilang kalau Zeeva ketemu mereka beberapa hari lalu."

"Maksudmu Ayah dan Bunda?"

"Ya. Mereka tidak sengaja ketemu," Indri tahu betapa mati-matiannya Bima mencari keberadaan adik bungsunya.
Diusapnya kepala Bima yang menyandar di bahunya, "Lalu?"

"Mereka– tidak ada satupun dari mereka yang mengatakannya padaku, padahal mereka tahu kalau selama ini aku mencarinya, kenapa mereka tidak cerita?! Beruntung aku tahu lebih dulu keberadaan Zeeva, kalau seandainya aku belum tahu, aku yakin mereka tidak akan pernah mengatakannya," ujar Bima sengit. Ia heran dengan Ayah dan Bundanya. Dulu, saat awal Zeevana kabur, mereka mencarinya bahkan saling menyalahkan satu sama lain, bahkan Ayah terlihat begitu terpukul. Namun kini, di saat mereka menemukan putri kecilnya justru hanya berdiam diri. Ia bahkan tidak diberitahu.

"Don't be mad, Hubby. Mungkin mereka belum sempat menceritakannya padamu atau mungkin ada alasan kenapa mereka tidak menceritakannya. Jangan suka terlalu cepat mengambil kesimpulan, nanti imbasnya kalian jadi bertengkar lagi. Aku sedih kalau melihatmu seperti dulu lagi, by."

Bima yang mendengar penjelasan panjang Indri menatap wanita itu sendu. Ia membenarkan kalimat istrinya, tidak seharusnya ia menilai keluarganya seperti dulu lagi. Dan tentunya ia pun tidak ingin berselisih paham lagi dengan mereka semua.

"Aku hanya masih tidak habis pikir dengan mereka, kenapa mereka tidak mau cerita denganku? Aku masih anak mereka kan?"

"Karena kami terlalu sibuk mengurus Bunda yang drop juga Ayah yang tidak kalah downnya dari Bunda."

A & Z (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang