Part 8

31.4K 2.2K 142
                                    

"Keira, bangun!" Mama Keira mengetuk-ketuk pintu kamar anaknya tanpa henti. Sudah dari pukul enam pagi ia melakukan itu, tetapi tetap saja tidak ada respon dari dalam sana. "Kamu tahu engga, sekarang udah jam setengah tujuh!"

Mendengar kata-kata setengah tujuh, Keira pun secepat kilat membuka matanya dan beranjak dari kasur, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Tidak lagi menghiraukan panggilan mamanya dari depan pintu sana. Sekarang, yang paling penting adalah bagaimana caranya sampai di sekolah sebelum jam pelajaran dimulai atau lebih tepatnya pukul tujuh. Tidak sampai lima menit, ia pun turun ke ruang makan setelah selesai bersiap-siap. Masa bodo dengan penampilannya yang tidak karuan.

"Mama kenapa engga bangunin, sih?" Pertanyaan itu keluar begitu saja saat dirinya sampai di ruang makan.

"Mama udah bangunin kamu dari tadi, Keira. Makanya, kalau tidur jangan larut malam."

Mendengar ocehan mamanya, Keira pun hanya bisa menghela napas saja. Mau bagaimanapun, omongan mamanya memang benar. Kalau saja semalam ia tidak tidur larut malam karena men-stalking akun sosial media milik Liam, pasti ia tidak akan kesiangan seperti ini.

"Yaudah, Keira sarapan di sekolah aja, deh, hari ini ada upacara."

Setelah meneguk habis segelas susu dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya, Keira pun langsung menuju ke arah mobilnya yang berada di parkiran dan masuk ke dalam. Melajukan mobilnya secepat mungkin, tanpa menghiraukan lagi klakson-klakson yang terdengar dari pengendara di belakang mobilnya.

Namun sayang, di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja lalu lintas menjadi begitu macet. Ya ... karena hari ini adalah hari senin. Sudah pasti, orang-orang di luar sana akan berlomba-lomba untuk sampai di tujuannya tepat waktu. Tentu saja itu membuat Keira menjadi semakin panik. Belum lagi, kurang dari sepuluh menit, bel masuk akan segera berbunyi.

Mati gue kalau telat!

Setidaknya, masih ada keberuntangan yang berpihak padanya saat melihat bahwa ia sampai di sekolah dua menit sebelum bel. Apalagi, saat tahu bahwa upacara belum dimulai. Dengan segera, Keira pun berlari menuju kelasnya.

"Kenapa lo ngos-ngosan gitu?" Tanya Lisa saat dirinya melihat Keira yang baru saja masuk ke dalam kelas.

"Gue abis berjuang dateng ke sekolah tepat waktu," balas Keira sembari tangannya tergerak untuk menaruh tasnya di atas meja.

"Yaudah, yuk turun."

Keira pun mengangguk mendengar ucapan Ivy. Kemudian, mereka bertigapun turun ke lapangan upacara dan memilih barisan paling belakang. Tempat yang selalu mereka tempati saat upacara. Alasannya sederhana, biar bisa mengobrol nantinya. Lagipula, kalau mereka ingin berada di depan pun tidak akan mungkin mendapat barisan, karena di sana sudah pasti ditempati oleh murid-murid pendiam yang memang jarang mengeluarkan suara saat upacara sedang berlangsung.

"Kei, lo pucet banget. Lo gapapa?" Tanya Lisa saat ia menoleh dan melihat wajah Keira yang berada di sebelah barisannya benar-benar sangat pucat.

"Gue gapapa," sahut Keira sembari mengembangkan senyumnya yang terlihat sekali kalau dipaksakan. Sebenarnya, sedari tadi ia memang merasakan pusing yang sangat luar biasa. Apalagi, mual yang diakibatkan oleh maagnya benar-benar membuat tubuhnya lemas. Ia lupa sekali kalau dirinya memang belum sarapan tadi.

"Kei, mending lo ke uks aja. Muka lo pucet banget. Serius, deh," celetuk Ivy tiba-tiba sambil setengah berbisik di belakang Keira.

Keira menggeleng. Akhirnya, Lisa pun memilih untuk menengok ke belakang dan menyuruh Liam yang memang kebetulan berada di belakangnya untuk membujuk Keira. Ya, siapa tahu saja temannya itu termakan bujukan Liam dan mau dibawa ke uks. Tetapi, saat Liam baru ingin membuka suaranya, tiba-tiba saja tubuh Keira sudah lebih dulu jatuh di atas lapangan.

Sontak, suara gaduh yang berasal dari para murid di sekitar Keira pun langsung terdengar. Dengan sigap, Liam mengangkat tubuh Keira dan menggendongnya ke uks. Sedangkan Lisa dan Ivy, mereka memutuskan untuk keluar dari barisan dan mengikuti dengan khawatir dari belakang.

Sebenarnya, Keira sadar betul siapa yang sedang menggendong tubuhnya. Tetapi, apa daya kalau dirinya saat ini benar-benar sangat lemas. Jadi, yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah mengeratkan pegangannya pada baju Liam.

"Kei, lo gapapa?" Itulah hal pertama yang Keira dengar dari kedua sahabatnya, setelah Liam selesai menidurkan dirinya di ranjang uks. Keira pun mengangguk sebagai jawaban.

"Masih pusing?" Tanya Liam sambil memberikan segelas air putih yang baru saja diambilnya untuk Keira.

Keira menggeleng. "Udah engga terlalu. Oiya, kalian ke kelas aja. Upacara udah selesai, 'kan? Gue juga mau istirahat sebentar," sahutnya sambil menatap mereka bertiga satu persatu.

"Engga, gue tetep di sini. Nanti, kalau lo kenapa-napa terus ngga ada orang gimana? Terus, nanti kalau lo mau minum terus masih lemes buat jalan, siapa yang ngambilin? Belum lagi, petugas medis belum dateng. Emang, lo ngga takut sendirian?"

Keira pun menghela napasnya mendengar ucapan Lisa yang terdengar seperti ocehan mamanya. Sahabatnya yang satu itu, tingkat kebawelannya memang tinggi sekali. "Lisa, gue itu bukan anak kecil. Lagipula, gue udah minum kok barusan."

Saat melihat Lisa yang kembali ingin membuka suaranya, Keira pun lebih dulu menghentikannya dan berbicara, "engga ada bantahan, ya."

Lisa pun mencebik, begitu juga dengan Ivy yang sebenarnya juga satu pemikiran dengannya. Tetapi, kalau Keira sudah berbicara seperti itu, mereka tidak bisa lagi membantah. Mereka bertiga pun—termasuk Liam—dengan segera melangkahkan kakinya ke luar ruangan dan meninggalkan Keira sendiri. Tetapi, bukannya mengikuti Lisa dan Ivy yang berjalan menuju kelas, Liam justru melangkahkan kakinya ke arah kantin. Membeli dua buah roti, dan kembali lagi ke uks.

Menyadari bahwa ada seseorang yang membuka pintu uks, Keira pun segera memejamkan matanya. Pura-pura sedang tidur.

"Ngga usah pura-pura, gue udah liat kok," kata Liam, kemudian menarik sebuah bangku dan duduk di pinggir ranjang yang Keira tiduri. Setelah itu, memberi roti yang dibelinya tadi untuk Keira. "Nih makan."

"Tap—"

"Engga ada tapi-tapian, Keira. Makan aja daripada nanti tambah pusing."

Keira pun dengan terpaksa mengambil roti yang diberikan Liam dan memakannya perlahan. Namun, tanpa ia sadari, ada perasaan senang yang datang menghinggap di hatinya saat mendapat perlakuan seperti itu. Ya ... walaupun hanya sekedar roti, tetapi cukup membuat jantungnya berdebar tak karuan.

Sedangkan di tempat lain, Samuel yang baru saja mengetahui bahwa Keira pingsan saat upacara tadi, langsung berlari kencang menuju uks. Ia benar-benar sangat khawatir sekarang. Terlebih, saat ia ingat bahwa ini merupakan yang pertama kalinya Keira pingsan.

Sebenarnya, saat di lapangan tadi, ia tahu bahwa ada seseorang yang jatuh pingsan. Namun, ia tidak tahu kalau itu adalah Keira. Makanya, ia tidak begitu peduli dan kembali fokus pada jalannya upacara bendera. Tetapi, saat salah satu teman sekelas Keira menghampirinya dan memberitahu seperti itu, ia langsung cemas dan khawatir.

Tepat saat Samuel sampai di depan ruang uks dan hendak membuka pintu, ia melihat bahwa Keira sedang bersama oleh Liam. Hanya berdua saja. Dan, saat iris matanya menangkap mata Keira yang memandang Liam dengan tatapan yang beda, hatinya benar-benar terasa sangat sakit.

Tatapan itu benar-benar berbeda sekali dengan yang biasa Keira berikan untuknya. Samuel pun tersenyum getir dan memilih untuk kembali ke kelas. Tidak ingin menjadi pengganggu yang tiba-tiba datang di antara mereka.

•••

[A/N]

Hai, maaf ya kalau aku lama update! Beberapa hari ini lagi engga sempet banget buka wattpad apalagi edit cerita. Jadi, sebagai gantinya aku akan publish part 9 nanti malam. Ya, semoga aja bisa sekalian part 10. Haha. Oiya, sebenarnya, part ini merupakan salah satu part hole atau part engga penting lho. Tapi, kalau misalnya aku ubah, nanti malah akhirnya beda sama alur yang awal. Jadi, harap dimaklumi aja, ya!

Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤

Edited on June 30, 2016.

complicated feeling | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang