Bagian 1

8.2K 196 6
                                    

"Aku nggak tertarik jatuh cinta lagi. Jadi gosip tentang aku berpacaran dengan artis A, B, C itu semua bohong. Karena sebenarnya aku sudah punya seseorang yang aku cintai selama dua belas tahun lebih. Meski sampai sekarang aku nggak tahu dia di mana."

"Jadi itulah alasan kamu menolak beberapa pernyataan cinta dari artis lain?"

"Haha... ya begitulah. Aku yakin, kami memang diciptakan dari Surga untuk saling mencintai. Bahkan nama kami saja sama seperti kisah cinta abadi, Rama dan Shinta."

"Jadi namanya Rama?"

"Ya." Aku tersenyum malu-malu.

Aku mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompet.

"Foto ini selalu aku bawa bersamaku ke mana pun. Foto ini dulu utuh, tapi saat kami berpisah 12 tahun lalu. Umurku waktu itu baru 8 tahun dan umurnya sudah 10 tahun. Kami memutuskan untuk merobek foto ini jadi dua bagian. Bagian foto yang ada wajahnya aku yang membawa, dan potongan foto yang ada wajahku dia yang membawanya. Kami yakin suatu hari kami akan bertemu lagi."

"Duh, manis sekali. Boleh saya lihat fotonya dan ditunjukan pada pemirsa semua?"

"Silakan."

"Nah, Pemirsa semua di studio dan di rumah, inilah foto Rama, orang yang sangat istimewa bagi Shinta. Buat yang punya potongan foto ini mungkin bisa langsung menemui Shinta. Kasihan lho, dia sudah menunggu selama 12 tahun." Presenter itu tertawa renyah di akhir basa-basinya sambil menampilkan potongan foto Rama yang kumiliki.

Aku hanya membalas dengan senyuman malu-malu. Jantungku terasa hangat sekaligus berdebar kencang. Mungkin dengan begini Rama akan muncul. Sudah terlalu lama aku menunggunya. Dua belas tahun. Rasanya rinduku hampir meledak. Aku ingin segera bertemu dengannya.

"Setelah tidak bertemu belasan tahun apa kamu yakin akan bisa mengenalinya saat bertemu pertama kali?"

"Ya tentu saja aku yakin, aku akan mengenalinya dengan sekali lihat."

##

"Kamu gila atau apa sih?" Nala, manajerku yang usianya hanya 5 tahun lebih tua dariku ini memang selalu tidak suka jika aku membahas soal Rama. Dia selalu berpikir hal-hal buruk tentang Rama. Tapi aku tidak peduli. Aku tetap ingin menunggu Rama. Aku sudah menunggunya dua belas tahun, jika hanya menunggu beberapa hari, atau bulan, bahkan tahun lagi, rasanya tidak masalah.

"Kenapa sih?"

"Masih nanya? Acara reality show itu paling populer lho sekarang. Terus kamu malah cerita kisah picisan konyol kayak tadi. Kalau popularitas kamu turun gimana? Kamu kan cukup bilang, kalau kamu belum punya pacar, nggak harus cerita soal si Rama yang entah di mana itu."

"Nala, kalau lagi nyetir itu jangan sambil ngomel. Mau permen?"

"Shinta, umurmu sudah 20 tahun, tapi kayak masih anak-anak aja."

"Ahaha... ayolah jangan terlalu serius gitu."

"Ini serius! Gimana kalau gara-gara reality show tadi fans club kamu berkurang, terutama yang cowok-cowok. Mereka bakal mundur karena tahu kamu sudah punya orang yang kamu suka."

"Biarin aja. Aku nggak masalah kehilangan semua fans cowok aku, yang penting bisa ketemu Rama lagi."

"Susah ngomong sama kamu."

"Nala, aku langsung balik ke apartemen aja ya. Apartemen baru itu masih perlu banyak yang aku rapiin. Aku kan baru pindah tadi pagi."

"Benar, kamu nggak mau makan siang dulu sama aku?"

"Nggak perlu, langsung ke apartemen aja ya?"

"Oke, oke, nyonya besar."

Nala, memutar stir mobil dengan cepat, dan menjalankan mobil dengan sedikit ngebut menuju apartemenku. Nala memang suka marah-marah tapi dia adalah teman sekaligus manajer terbaikku. Aku tahu kenapa dia tidak suka aku cerita tentang Rama karena dia tidak mau aku berharap banyak lalu kecewa nantinya. Aku pun sebenarnya khawatir, seperti apa Rama sekarang, apa dia masih mengingatku? Dua belas tahun bukan waktu yang sebentar, ada banyak kemungkinan seperti yang terburuk, misalnya dia bahkan tidak mengenaliku.

Apakah Kita Bisa Bertemu (Lagi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang