Bagian 11

2.7K 110 6
                                    

Hari ini aku ada jadwal on air di salah satu radio Jakarta. Acaranya siang hari, tapi sengaja Nala menjemputku lebih pagi karena aku sudah janji akan menemaninya mencari desainer untuk gaun pengantinnya. Kebetulan aku punya beberapa kenalan desainer yang ingin kukenalkan pada Nala.

"Pernikahannya dipercepat ya? Kok sudah cari-cari gaun?"

"Nggak juga sih, sekitar akhir tahun ini. Masih ada sembilan bulan lagi, tapi kan harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari."

Kami janjian bertemu desainer kenalanku di sebuah cake shop tak jauh dari apartemen pagi ini, kebetulan dia punya butik di dekat cake shop. Nala dan Tante Poppy berbincang tentang gaun pengantin, mulai dari warna, bahan, dan konsep pernikahannya. Tak terasa sudah hampir dua jam berlalu. Meski sudah berumur, tangan Tante Poppy masih lincah merancang beberapa jenis gaun di kertas dengan pensil. Sesekali Nala berdecak kagum melihat hasil beberapa sketsa gaunnya.

"Ini belum jadi, baru coret-coretan. Tante buat sesuai yang kamu mau. Gimana supaya lebih enak kalian main ke rumah, di rumah ada beberapa gaun yang sudah jadi, mungkin bisa untuk referensi. Kalau di butik Tante nggak simpan banyak gaun pengantin."

"Boleh, gimana kalau besok?" Nala tampak sangat antusias.

"Oke." Tante Poppy tersenyum senang.

Nala sangat menyukai Tante Poppy yang ramah, beberapa pakaianku juga dibuatkan oleh Tante Poppy. Awalnya dia kenalan Bunda, makanya aku cukup akrab dengannya dan nyaman ngobrol dengannya. Nala pun begitu, dia bilang tidak perlu cari desainer lain karena sudah merasa cocok walaupun baru satu kali ngobrol.

"Kenapa nggak ajak Gio sekalian?"

"Gio itu rewel kalau diajak keliling-keliling belanja, lagi pula laki-laki kan nggak bisa kasih masukkan soal hal begini, paling dia sih oke-oke aja. Jadi nggak seru. Nanti saja kalau sudah oke baru aku kasih tahu dia. Kalau belanja-belanja lebih seru sama kamu. Hehe...."

"Huh, dasar!"

"Sudah hampir jam makan siang," Nala melirik jam tangannya. "Mau makandi mana? Abis itu kita langsung ke radio."

"Oke, atur aja Bu Manajer."

"Siap! Aku tahu ada restoran Jepang yang baru buka di ujung jalan sana. Lagi ada promo dan kata teman-temanku masakannya enak-enak."

Setelah bertemu Tante Poppy di cake shop kami sempatkan mampir dan keliling di sekitar sini. Keluar masuk beberapa butik. Kebetulan di sekitar sini memang banyak berjajar ruko-ruko dan distro, kafe hingga toko buku. Saat jam menunjukan waktu makan siang, kami berjalan kaki ke restoran Jepang yang juga ada di jajaran ruko sekitar sini.

Sambil menyantap makanan Nala tampak repot sambil mengangkat telepon yang entah dari siapa. Biasanya dari produser yang ingin membuat janji. Aku tidak terlalu memedulikannya. Menu makanan di sini lumayan enak. Dan, yang terpenting ada potongan harga 40%. Hehe.... Dasar perempuan!

Selesai makan siang jam menunjukan hampir pukul setengah satu siang. Nala menyetir dengan pelan karena jalanan sudah lumayan macet, meski untuk ukuran Jakarta ini belum bisa disebut macet. Kilo meter mobil menunjukan angka 40 km/jam.

"Acaranya jam berapa? Apa kamu nyetirnya nggak terlalu santai? Mungkin lewat jalan alternatif lebih cepat."

"Jam dua siang. Masih banyak waktu, tenang saja. Kita tinggal keluar pertigaan di depan itu, lalu masuk ke kanan, kira-kira 1 kilo meter stasiun radionya. By the way, kamutahu tadi di restoran aku angkat telepon dari siapa?"

"Siapa? Produser? Aku lagi nggak pengin ambil tawaran syuting. Pengin serius bermusik lagi."

"Iya aku tahu, bukan dari produser. Tapi.... tebak dong, nggak seru nih!"

Apakah Kita Bisa Bertemu (Lagi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang