Prolog

196 11 0
                                    

Matahari bersinar dengan cerahnya pagi ini. Hari ini hari Senin, sebenarnya gak ada yang salah sama hari Senin.

Tapi menurut Felicia Alyana Arisandi, yang sering dipanggil Alya ini, hari Senin adalah hari dimana kesialan biasa menimpanya.

Dimulai dari macet, upacara Senin pagi, sampai ketemu dengan pelajaran yang sanggup bikin kepalanya keluar asap; matematika.

Alya mengendarai mobilnya pagi ini, melewati macetnya jalanan ibu kota Jakarta.

Jam di dashboard mobilnya menunjukan pukul 06.45, lima belas menit lagi pintu gerbang sekolahnya ditutup sedangkan ia belum sampai setengah jalan menuju sekolahnya.

Ponsel di sakunya berdering, menunjukan nama "Risen" di layarnya.

"Iya halo Sen, kenapa?" Jawabnya dengan malas sambil memperhatikan lampu jalanan yang masih berhenti di warna merah.

"Lo dimana sih, Al? Udah mau upacara gini." suara Risen, sahabatnya terdengar kesal di ujung sana.

Alya menghela nafas panjang.

"Gue kena traffic jam di Sudirman, ini nunggu lampu merah. Telat gue hari ini." jawab Alya pasrah mengingat jam pertama di kelasnya adalah pelajaran matematika, dengan guru yang sanggup bikin rambutnya rontok cuma karna liat soal yang diberikan.

"Yaudah deh, buru ya. Ini udah siap-siap upacara Al." Risen memutuskan sambungan telepon, pas ketika lampu berubah menjadi hijau. Alya langsung menekan pedal gas dan melaju secepat yang ia bisa.

Alya melirik jam tangannya, menunjukan pukul 07.10. Batas akhir sebelum gerbang sekolah ditutup.

Saat Alya turun dari mobil untuk menghampiri pak Maman agar membukakan pintu gerbang untuknya, dari belakang muncul sebuah mobil yang dengan santainya membunyikan klakson agar Alya cepat segera masuk, padahal jelas-jelas gerbang sekolah udah di tutup dengan gembok andalannya.

Dengan kesal Alya berteriak "Lo
ngga liat gerbangnya ditutup?" mukanya merah menahan marah. Pak Maman yang mendengan keributan di depan gerbang segera menghampiri.

"Aduh neng, kenapa bisa telat? Bu Maraya udah jaga di lobby." kata Pak Maman sambil menggaruk kepalanya.
Matilah gue, batin Alya. Bu Maraya adalah guru piket paling galak di sekolahnya, dia gak pernah segan-segan untuk kasih hukuman buat anak-anak yang ngelanggar peraturan sekolah.

Waktu alya lagi mikirin cara buat gimana biar dia biaa masuk kelas, tiba- tiba aja pengendara mobil yang membunyikan klakson tadi turun dengan santainya. Pak Maman yang sibuk garuk-garuk kepala dari tadi, langsung menyunggingkan senyum lebar pas ngeliat siapa orang yang bikin keributan barusan.

Alya menengokan kepalanya untuk melihat, dan ternyata...

Dia Adriyan, anak kelas sebelah, cowok populer, bayak gaya, idola cewek-cewek, dan tentu aja dapet gelar kehormatan Most Wanted Guy alias cogan sekolahan. Alya memutar bola matanya.

"Eh Mas Adriyan, telat ya Mas." tanya Pak Maman dengan senyumnya.

"Iya nih Pak Maman, kenapa kok Alya gak dibukain pintu?" tanya Adriyan sambil melirik Alya yang sudah memasang wajah kesal.

"Eh anu Mas, kunci gemboknya dipegang bu Maraya." Pak Maman ganti menggaruk tengkuknya.

"Waduh, bahaya." Adriyan terlihat berpikir sebentar lalu menengok ke arah Alya sambil berkata "Mau ikut gue gak?"

tanyanya.

"Ikut kemana? Lo mau ngajak gue bolos ya? Ogah kalo gue mesti bolos bareng lo." Alya melipat tangannya di depan dada.

Back StabberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang