Part 4

49.3K 3.2K 267
                                    

"Selamat pagi, anak-anak."

Mendengar suara sapaan yang terdengar tidak asing bagi seluruh murid kelas 12 IPS-1, membuat mereka semua mendadak panik. Bagaimana tidak, suara itu adalah suara milik Bu Dinar. Iya, Bu Dinar! Selain panik yang mendadak muncul, mereka semua juga merasa sangat heran karena bel masuk belum terdengar. Lalu, mengapa guru itu sudah masuk kelas?

"Emang udah bel, Bu?" Tanya Faren­—sang ketua kelas—dengan keberanian yang entah datang dari mana.

"Memangnya kenapa kalau belum bel?!" Bu Dinar balik bertanya. Suaranya meninggi dan tatapannya begitu mematikan.

Saat itu juga, Faren langsung menggeleng tanpa berani menjawab langsung. Kalau nanti menjawab, takutnya malah dimarahi. Tetapi, kalau hanya menggeleng, takut disangka tidak sopan. "E-engga kenapa-napa, Bu," akhirnya ia pun memutuskan untuk menjawab saja.

Bu Dinar enggan menanggapi lagi, maka dari itu ia hanya diam saja sambil mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. "Hari ini, saya akan memberikan tugas kelompok yang beranggotakan dua orang. Biar tidak repot, kelompoknya sesuai dengan teman sebangku kalian saja," katanya, lalu mulai membuka halaman demi halaman buku yang dipegangnya. "Kalian kerjakan halaman tiga puluh delapan, nomor satu sampai dua puluh beserta cara pengerjaannya. Besok sudah harus sudah dikumpulkan."

Kontan, seluruh murid pun membulatkan matanya secara lebar-lebar setelah indra pendengaran mereka meresapi setiap ucapan yang keluar dari bibir Bu Dinar. Demi Tuhan, dua puluh soal beserta cara dan harus dikumpulkan besok. Kalau boleh memilih, mereka lebih baik mengerjakan seratus soal Bahasa Inggris, daripada harus mengerjakan Matematika.

Baru saja ingin protes, Bu Dinar telah terlebih dahulu menghentikan niat mereka. "Tidak ada bantahan!" Cetusnya, kemudian langsung keluar kelas begitu saja tanpa pamit.

"Gila tuh guru, cuma kasih tugas abis itu keluar lagi," Celetuk Faren sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Murid yang lain pun mengangguk setuju. Bagaimana tidak, belum ada sepuluh menit berada di dalam kelas, Bu Dinar sudah keluar lagi setelah selesai memberikan tugas.

"Kita mau kerjain di mana?" Itu suara Keira yang sedang bertanya pada Liam. Ya, karena mereka berdua duduk satu bangku, jadi otomatis berada di dalam kelompok yang sama.

"Terserah lo aja."

"Di rumah gue aja. Gimana?" Liam pun mengangguk setuju.

•••

Tepat pukul satu siang.

Bel pulang sekolah pun nyaring berbunyi. Seluruh murid di kelas pun segera membereskan buku-bukunya, lalu memasukkannya ke dalam tas masing-masing. Sebagian para murid siswi masih berada di dalam kelas hanya untuk sekedar merapihkan rambut dan memakai bedak. Maklum, harus tetap terlihat cantik. Sedangkan yang lain, sudah berhamburan keluar kelas.

"Lo bawa mobil?" Tanya Liam sambil menatap Keira yang sedang sibuk menaruh beberapa bukunya di kolong meja. Seperti biasa, hanya satu yang ia bawa pulang.

"Engga, kenapa?"

"Yaudah, nanti naik mobil gue aja," setelah berbicara seperti itu, Liam pun langsung keluar kelas. Meninggalkan Keira yang hanya bisa melongo melihatnya sambil menahan kesal. Untung saja masih ada Lisa dan Ivy, kalau tidak ia pasti sudah menyusulnya sendirian.

Benar saja, saat sudah mendekati parkiran mobil, Keira melihat Liam tengah asik mengobrol bersama Samuel, Rio dan Kenio. Padahal, kemarin ia sudah memantapkan diri untuk terus mengajak Liam berbicara. Tetapi, kalau orangnya cuek seperti tadi, sih, susah juga.

"Keira!" Panggil Samuel sambil mengayun-ayunkan tangannya. Melihat Samuel, seketika membuat rasa kesal pada diri Keira sedikit memudar. Setidaknya, masih ada seseorang yang selalu membuatnya merasa senang. "Kei, temenin gue ke toko buku, yuk," katanya.

complicated feeling | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang