PELAJARAN 7 - Pembuktian atas "Wajibul Wujud"

2.1K 1 0
                                    

Telah kami jelaskan pada pelajaran yang lalu bahwa para filosof Ilahi dan para ulama Kalam telah menghimpun sejumlah argumentasi dalam membuktikan wujud Allah. Dan hal ini telah dibahas dalam kitab-kitab Filsafat dan Kalam secara terinci. Pada pelajaran ini, kami akan memilih sebuah argumen saja dari sekian banyak argumen tersebut. Argumen ini berlandaskan pada premis-premis yang lebih sedikit sehingga akan lebih mudah untuk dipahami. Meski demikian, argumen ini tampak lebih kuat.

Sebelumnya perlu ditekankan bahwa argumen ini dapat membuktikan wujud Allah sebagai Wajibul Wujud (wujud yang pasti). Artinya, Allah swt. itu maujud, dan wujud-Nya merupakan hal yang dharuri(pasti) tanpa memerlukan sesuatu lain yang mewujudkan-Nya. Adapun untuk menetapkan sifat-sifat Allah, yang positif (tsubutiyah) maupun yang negatif (salbiyah) seperti; sifat ilmu, kuasa, tidak beraga, tak terbatas oleh ruang dan waktu, hal ini itu tidak dapat dibuktikan oleh dalil ini, akan tetapi harus dibuktikan oleh dalil lain.

Bentuk Argumentasi

Berdasarkan asumsi rasional, realitas terbagi menjadi dua; wajibul wujud (yang pasti adanya) danmumkinul wujud (yang mungkin adanya). Secara rasional, tidak ada satu realitas pun yang keluar dari asumsi tersebut. Dan kita tidak mungkin mengatakan bahwa seluruh realitas itu mumkinul wujud. Karena setiap mumkinul wujud membutuhkan kepada sebab.

Apabila setiap sebab masih berupa mumkinul wujud, maka ia adalah akibat yang tentunya membutuhkan kepada sebab yang lain. Dan pada akhirnya, tidak akan ada realitas apa pun sama sekali. Artinya, bahwa rangkaian sebab itu sebenarnya adalah rangkaian akibat "yang mungkin" dan tidak pasti adanya. Oleh karena itu, rangkaian mumkinul wujud menjadi ada tatkala berakhir kepada suatu realitas yang bukan lagi akibat dari realitas apapun. Artinya, bahwa rangkaian wujud itu akan berakhir pada wajibul wujud.

Argumen di atas ini adalah argumen filsafat yang paling sederhana untuk menetapkan wujud Allah. Ia terdiri dari beberapa premis rasional, tanpa terlibat premis empirik di dalamnya. Akan tetapi, karena argumen semacam ini biasanya menggunakan sejumlah konsep dan istilah filosofis, terlebih dahulu kita harus menjelaskan beberapa istilah dan premis yang menyusun argumen ini.

"Wujub" dan "Imkan"

Setiap proposisi (qadhiyah), sekalipun yang paling sederhana, sekurang-kurangnya mesti tersusun dari dua konsep; subjek (maudhu') dan predikat (mahmul). Misalnya proposisi yang berbunyi: "Matahari bersinar". Proposisi ini terdiri dari matahari sebagai subjek dan bersinar sebagai predikat.

Lalu, tertetapkannya predikat pada subjek tidak keluar dari tiga keadaan; satu, ketetapan predikat pada subjek bersifat mustahil (mumtani'). Contohnya, angka 3 itu lebih besar dari angka 4. Dua, tertetapkannya predikat pada subjek itu bersifat pasti (dharuri). Contohnya, 2 itu adalah 1/2 dari 4. Tiga, tertetapkannya predikat pada subjek bersifat tidak mustahil sekaligus tidak pasti. Contohnya, matahari berada di atas kepala kita.

Dalam Logika dijelaskan bahwa proposisi pada keadaan pertama itu bersifati mumtani', yaitu tidak mungkin terjadi, seperti pada contoh pertama tadi bahwa angka 3 itu lebih besar dari angka 4. Pada keadaan kedua, proposisi itu bersifat dharuri atau wajib, yaitu niscaya dan pasti. Dan pada keadaan ketiga, proposisi itu bersifat mumkan (mungkin) dengan makna khusus. Lantaran Filsafat hanya membahas sesuatu yang ada, para filosof mambagi realitas kepada dua bagian, wajibul wujud danmumkinul wujud.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17, 2013 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PELAJARAN 7 - Pembuktian atas "Wajibul Wujud"Where stories live. Discover now