Antara Mimpi dan Kenyataan

119 27 1
                                    

Author's Note: Mohon maaf sebesar-besarnya atas terlambatnya bagian terakhir dari Onogoro, tapi akhirnya, author berhasil menyelesaikan chapter terakhir ini. Mudah-mudahan membawa kesan tersendiri ya. Seperti biasa, author akan memberikan beberapa pertanyaan setelah part ke-2nya ke-upload (meskipun kali ini beda judul), supaya author bisa dapat masukan untuk perbaikan nanti, setelah triloginya selesai dibikin. Thanks sekali lagi buat yang udah sabar ngikutin vol. 2 ini, meski sering telat. Dan enjoy!

Prev Chap: Pertempuran melawan wanita bersayap hitam akhirnya selesai setelah Raja Herberth memberikan serangan terakhir.

******

Ini adalah kemenangan tersunyi sepanjang sejarah Kerajaan Magna.

Bahkan Satsu masih lebih bisa merasakan senang dan lega meski untuk sesaat, ketika dia kembali ke Jepang sebelumnya. Namun kali ini, kebingungan dan rasa lelah bercampur aduk. Dia bergeming menatap pria yang seharusnya sudah tiada itu berdiri di tangga tertinggi. Pantulan sinar matahari mengilat di ujung mahkota emas sang raja.

Raja Herberth.

Pada pertempuran di kerajaan Exolia, Satsu memang sempat kehilangan kesadaran akibat ilmu Imovola dari Tuan Meyr. Namun, dia masih ingat sosok yang terjatuh dalam kubangan darah di sekitar Putri Ester. Setelah mengintai gerak-gerik sang raja sebagai persiapan rencana Pangeran Alvaron waktu itu, tentu Satsu mengenali sang raja dengan baik, meski tak perlu melihat wajahnya.

Yang ada di depan mereka saat ini benar-benar Raja Herberth. Namun, diperhatikan lebih detail pun, tidak ada luka yang memenuhi tubuh sang raja seperti ketika terakhir Satsu melihatnya. Wajahnya yang menyunggingkan seringai juga tidak tampak pucat.

Dia benar-benar hidup.

"Aya ... handa?"

Gumaman itu cukup untuk mengalihkan pandangan Satsu ke Putri Ester. Mata sang putri terbelalak sebelum air matanya tumpah. Meski berusaha mengusapnya berkali-kali, gadis itu tak bisa menyembunyikan perasaannya yang bercampur aduk. Dia tertawa kecil.

"Ayahanda masih hidup," katanya. "Tentu saja. Kenapa aku meragukan hal itu?"

Saat melihat tangannya sendiri, gambaran darah di tangan itu kembali terlintas.

Darah ayahnya.

Senyum Putri Ester lenyap. Dia mengeritkan gigi sambil gemetaran mengepalkan tangan. Itu pasti hanya mimpi buruk, pikirnya.

Tidak boleh! pikir Satsu. Dia tidak boleh membiarkan Putri Ester mendekati Raja Herberth. Kematian sang raja adalah kenyataan. Dua kenyataan tidak bisa saling berkontradiksi, kecuali ada penjelasan logis di baliknya.

Penjelasan yang sederhana.

Satsu ingat bagaimana Raja Herberth dulu menggunakan sihir pedang cahaya seperti Pangeran Alvaron maupun Leonore. Kali ini, sang raja malah memakai kekuatan selayaknya Shadow. Keningnya dulu sering berkerut karena memikirkan banyak hal. Kali ini, seringainya menyatakan kesenangan tanpa kecemasan.

Dia bukan Raja Herberth. Karenanya, Putri Ester tak boleh tertipu dan mendekati.

Satsu mengerahkan sisa-sisa tenaga untuk bergerak, tapi lututnya terdorong jatuh. Beban berat seperti menimpa seluruh tubuh. Dari kaki, kemudian punggung, tangan, dan kepala. Dia menapakkan telapak tangan pada bebatuan halaman istana yang retak. Secuil goresan menimbulkan asap hitam untuk sesaat.

Butuh waktu beberapa detik untuk Satsu sadar bahwa napasnya sendiri memburu. Dengan tangan yang lemas, dia memegang dadanya. Shadow memang tidak bisa terluka, tapi baru kali ini Satsu merasakan batas. Apakah Shadow sesungguhnya bisa mati? Dia belum pernah mempertanyakan hal itu. Sekalipun bisa, bukankah selama ini itulah yang diinginkannya? Lantas kenapa seluruh tubuhnya bergetar? Kenapa matanya tak berkedip seolah menginginkan jawaban itu sebelum menutup kelopak?

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang