"Every Day a million miracles begin at Sunrise". Setiap hari sejuta keajaiban dimulai saat matahari terbit. Begitu juga kisahku ketika mengejar matahari terbit dikampus hijau sebagai Kopral Mahasiswa Baru.
Hari pertama menjadi mahasiswa mengikuti O...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara ketua senat diatas panggung auditorium masih terngiang-ngiang dan mulai mempengaruhi pikiranku. Damn, siapa panitia SSK yang tahu keberadaan kami digerai friedchicken itu.
"Bagi sepasang Kopral yang semalam berkeliaran silahkan ke depan, atau saya tarik dari barisan," Sang Ketua Senat menatap sekeliling dengan tajam. Namun hanya senyap dan tegang yang terasa dalam auditorium.
Duh gusti, kaki terasa gemeteran, aku yakin yang dimaksud oleh ketua senat fakultas itu adalah aku dan Alenia. Kambali ku bertanya darimana dia tahu kami berkeliaran di gerai friedchicken. Terdengar suara dalam otakku berkata," ahh mungkin itu hanya sebuah kebetulan."
Akupun tak bergeming dalam sikap berdiri sikap sempurna dalam barisan.
"Jangan sampai saya yang mencari kalian berdua dalam barisan, bisa dipastikan hukumannya akan berat," suara lantangnya terdengar menderu melalui soundsystem yang terpasang dalam ruangan auditorium.
Mataku menanggkap pergerakan di barisan sayap barat, seorang Kopral putri berjalan menyusuri selasar menuju panggung auditorium. Aduh, Alenia sudah menyerahkan diri ke depan. Pasti hanya masalah waktu saja tubuhku sebentar lagi ditarik dari barisan dan bakal di dakwa di depan ribuan kopral-kopral seangkatanku.
Baiklah, akhirnya aku mengambil keputusan untuk menyerahkan diri, maju ke depan dan mengakui kesalahan, kelayapan di jam malam, terintai oleh tim buser panitia. Aku pikir hebat juga panitianya, sepertinya tidak ada kerjaan keliling patroli ke tempat keramaian di Jogja buat cari kopral-kopralnya.
Namun sesaat kemudian aku menyadari kesalahan kami semalam. Kami masih menggunakan seragam serta pernah-pernik Ospek kampus hijau sehingga sangat mudah siapapun mengenali kami di keramaian, mungkin tanpa sengaja kami berpapasan ataupun bertemu dengan panitia SSK.
Aku tak berani menoleh ke kanan maupun menoleh ke kiri, hanya berjalan menunduk menuju panggung depan auditorium. Aku lihat sekilas wajah-wajah kopral seangkatanku, tak berekpresi dan mengiringi langkah-langkahku.
Jarak limapuluh meter rasanya seperti mendaki gunung merapi ataupun long march Karawang Bekasi seperti yang termaktub dalam puisi karangan Chairil Anwar. Aku bagai pesakitan yang akan dihabisi dalam panggung luas di depan ribuan pasang mata. Kakiku masih gemetar ketika aku memposisikan di sebelah Alenia dengan tanpa melihat ke arah depan, hanya menunduk.
"Akhirnya kita mengetahui siapa yang masih kelayapan di malam hari, tidak patuh pada jam malam yang telah ditentukan oleh panitia. Saya pastikan juga tugas mereka untuk merangkum siaran berita RRI tadi malam pasti hasil dari menyontek atau asal-asalan," Sang ketua Senat berkata sambil mengedarkan pandangannya ke segala penjuru barisan. Tak berani aku memandangnya lama-lama walupun dia berada dekatku.
"Tolong berikan mic sama kopral putrinya, kita tanya alasannya kenapa masih kelayapan di tempat jualan ayam malam-malam?," tak berselang lama, panitia membawa microphone dan memberikannya pada Alenia.